"Hebat benar buku ini! Suatu prestasi memakai buku ilmiah yang tebal dan bertele-tele seperti Kuasa Ramalan untuk mengilhami sebuah roman yang begitu penuh imajinasi dan persentuhan dengan suasana Keraton Yogyakarta pada masa muda Diponegoro Ontowiryo. Saya menanti-nanti jilid berikutnya."
- Peter Carey, penulis biografi Diponegoro Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855
Penulis Novel: E.R Asura
Harga: Rp 60.000,00 diskon 5% Rp 57.000,00 (Belum Termasuk Ongkos Kirim)
=======
Pemesanan
Untuk pemesanan, silakan SMS/WA ke 0852-922-9692 dengan format: Pesan (spasi) Siapa Pengkhianat Diponegoro (spasi) kirim ke (spasi) Nama (spasi) alamat lengkap beserta nama kecamatan (spasi) transfer via BCA/BNI/Mandiri*
*pilih salah satu
======
SIAPA PENGKHIANAT DIPONEGORO?
Persinggungan dengan Kanjeng Ratu Ageng, para ulama, dan rakyat biasa, menorehkan pengalaman batin yang lengkap bagi Raden Ontowiryo - kelak dikenal sebagai Pangeran Diponegoro. Kanjeng Ratu Ageng menjadi patron spiritualisme bagi Raden Ontowiryo dengan tokoh Arjuna-nya.
Para ulama memberi wawasan keislaman - yang diharmonisasi dengan mistik Jawa - dengan Nabi Muhammad SAW sebagai jalan tempuhnya. Dan rakyat biasa telah menularkan kehalusan pekerti. Saat ketiganya berkelindan, justru ia sering kali gamang melihat kenyataan penderitaan rakyat kian memuncak, kekisruhan keraton yang semakin memudarkan karismanya, dan bau amis darah yang semakin terasa dekat, sehingga tak mampu memiliki ruang untuk mencari pembenaran di hadapan Gusti Allah.
Rentang waktu 1800-1812 menjadi masa kalabendu sekaligus akan mewujudnya ramalan Parang Kusumo dan Kanjeng Sunan Kalijogo di bumi Mataram.
Setelah menjejak ziarah ke titik-titik penting sumber mistik Jawa, mengunjungi sejumlah pesantren, Raden Ontowiryo memilih saling berhadapan dengan pemerintah kolonial Belanda dan Keraton Yogya sebagai seteru. Sehingga ketika Raden Ronggo Prawirodirjo III - tokoh yang dikaguminya - digantung di Pangurakan sebagai pemberontak, Raden Ontowiryo datang untuk menurunkan jenazahnya. Begitupun saat ayahandanya naik tahta, Raden Ontowiryo senantiasa pasang badan.
Titik-titik itulah yang menjadi pusaran novel pertama dari Trilogi Pangeran Diponegoro ini yang akan mengantarkan pada Ramalan Parang Kusumo: engkau sendiri hanya sarana, namun tidak lama, untuk disejajarkan dengan leluhur. Tentu di dalamnya tak terlepas dari asmara, perselingkuhan, rasa cemburu, sakit hati, simpul-simpul yang memerlukan jawab.
Semoga bermanfaat. Salam, @MasNovanJogja
Para ulama memberi wawasan keislaman - yang diharmonisasi dengan mistik Jawa - dengan Nabi Muhammad SAW sebagai jalan tempuhnya. Dan rakyat biasa telah menularkan kehalusan pekerti. Saat ketiganya berkelindan, justru ia sering kali gamang melihat kenyataan penderitaan rakyat kian memuncak, kekisruhan keraton yang semakin memudarkan karismanya, dan bau amis darah yang semakin terasa dekat, sehingga tak mampu memiliki ruang untuk mencari pembenaran di hadapan Gusti Allah.
Rentang waktu 1800-1812 menjadi masa kalabendu sekaligus akan mewujudnya ramalan Parang Kusumo dan Kanjeng Sunan Kalijogo di bumi Mataram.
Setelah menjejak ziarah ke titik-titik penting sumber mistik Jawa, mengunjungi sejumlah pesantren, Raden Ontowiryo memilih saling berhadapan dengan pemerintah kolonial Belanda dan Keraton Yogya sebagai seteru. Sehingga ketika Raden Ronggo Prawirodirjo III - tokoh yang dikaguminya - digantung di Pangurakan sebagai pemberontak, Raden Ontowiryo datang untuk menurunkan jenazahnya. Begitupun saat ayahandanya naik tahta, Raden Ontowiryo senantiasa pasang badan.
Titik-titik itulah yang menjadi pusaran novel pertama dari Trilogi Pangeran Diponegoro ini yang akan mengantarkan pada Ramalan Parang Kusumo: engkau sendiri hanya sarana, namun tidak lama, untuk disejajarkan dengan leluhur. Tentu di dalamnya tak terlepas dari asmara, perselingkuhan, rasa cemburu, sakit hati, simpul-simpul yang memerlukan jawab.